BAB VI KESIMPULAN
Diakhir penyusunan buku ini penulis memcoba mengajak pembaca untuk meresapi dan menyadari, bahwa betapa panjangnya untaian deretan peristiwa serta liku-liku perjalanan asal dan usul Nagari Cupak, yar.g telah
dirintis dan dibuat oleh para leluhur kita sebagaimana yang telah diwariskan kepada kita seperti sekarang ini.
Kita telah terima warisan itu, dan kita telah merasakan betapa bahagianya mempunyai kampung halaman yang alamnya subur dan permai. Mempunyai sawah yang berjenjang-jenjang dari Barat ke Timur, dari utara ke selatan, ladang yang berbintalak, air yang cukup, hasil sawah yang baik, kehidupan masyarakat yang penuh damai, mempunyai sarana pendidikan yang memadai. Bila kita ingat ini semua malaslah kita meninggalkan kampung halaman.
Kalau kita ingat kembali petapa susah dan payahnya para leluruh kita memulainya dengan merambah hutan belantara membuat sebuah rumah panjang yang didiami oleh beberapa orang anggota keluarga, kemudian berkembang menjadi perladangan kecil, seterusnya jadi tara tak dan akhirnya menjadi sebuah nagari. Disamping usaha memperluas daerah dan mengatur perkembangan penduduk yang makin lama makin ramai,
tak lupa pula menciptakan dan menyusun undang-undang dan peraturan yang tersimpul didalam adat dan limbago. Adat nan dipakai limbago nan dituang yang dibuai atas dasai musyawarah dan bermufakat antara alim dan ulama, cerdik dan pandai (cendikiawan) serta dengan para sesepuh pimpinan nagari yang kemudian kita kenal dengan "tali tigosapilin, tungku tigo sajarangan" Adat dan limbago itu disusun dan dibuat berdasarkan dengan adanya suatu masalah yang berhubungan dengan keperluan bersama, dipedomani kepada syariat (syaraq). Oleh karena itulah adat dan limbago bersandikan ke syarak sedangkan syarak bersandikan kepada kitabullah, yang kesemuanya untuk mengatur tata krama dan norma hidup dalam masyarakat. Karena adat samo dipakai, limbago samo dituang maka masyarakat dapat merasakan hidup bahagia dan damai dalam kemakmuran.
Melalui adat dan limbago tadi, persatuan dan kesatuan dapat dibina, rasa kebersamaan dapat dipupuh, hidup selali1 bergotong royong, oleh karena itu tidak ada kusut yang tidak terselesaikan, tidak ada karueh yang tidak terjernihkan. Seperti kata pepatah "Tak ado biang nan tak tabuek, tak ado gantiang nan tak putuih". Bila terjadi silang jo salisih, diselesaikan secara musyawarah oleh orang-orang yang telah didahulukan salangkah, ditinggikan sarantiang. Bila ada yang dinyatakan bersalah dihukum secara adat, "salah ditimbang, utang dibayie". Kalau sudah terlaksana yang demikian berarti "kusuek alah tasalaikan, karueh ala tajaniehkan, tidak ada masalah lagi, hidup kembali seperti biasa".
Oleh karena itu adat dan limbagolah yang membawa kerukunan dalam masyarakat, selalu terpakai dan dilaksanakan sepanjang masa, itulah sebabnya "tak lapuak dek hujan tak lakang dek paneh, dibubuik tak mati diasak tak layue, tapi bilo adat lah rusak mako binasolah nagari".
"Malang tak dapek ditulak, mujue tak dapek diraieh, malang tibo diawak, nagari dijajah dek Balando, dirusak dek Japang, akibat ulah parangainyd, adat cacat nagari capuek samo sangsaro kaduunya, Cupak dituka dek urang panggalah, jalan diasak dek urang lalu, anak kamanakan samo mananggungkan
Penulis mengajak pembaca melalui buku ini, mari kita sama-sama meniru dan mendalami apa yang telah diperbuat oleh para leluhur kita serta menghargai jasa pahlawan, dengan berbuat dan berkarya terhadap kampung halaman, menjaga dan melestarikan, disesuaikan dengan keadaan zaman. Kita menyadari bahwa apa yang telah mereka perbuat itu meluruskan kita kejalan kebaikan. Sejarah telah membuktikan bahwa adat
limbago kita baik karena bersandikan kepada kitabullah, sejarah mengatakan bahwa Cupak itu Cupak pusako, Cupak Usali, bukan Cupak
Buatan. Sejarah memperlihatkan bahwa orang Cupak berasal dari orang baik-baik dan keturunan rajo Pariangan.
Akhirnya penulis menyadari bahwa buku ini belum sempurna, masih ada terdapat kekurangan dan kesalahan disana sini, karena penulis mengakui kemampuan penulis sangat terbatas, maklumlah darah baru satampuak pinang, umur baru satahun jagung, ilmu masih kurang pendapatpun tipis.
Namun yang menjadi harapan penulis, semoga buku kecil ini ada manfaatnya bagi kita semua, terutama bagi generasi yang akan datang, dapat dijadikan bahan dasar penelitian, dan memberikan saran serta kritik yang sifatnya membangun, demi terdapat yang lebih baik dari ini. Kita tentu sama mengetahui selagi hasil karya manusia tidak ada yang sempurna, kecuali ciptaan Tuhan seperti Al-Qur'an. Namun penulis juga mengharapkan semoga buku ini dapat dimiliki oleh setiap warga, sekurangnya kepala keluarga warga Cupak, baik yang ada dikampung maupun yang menetap di perantauan, dijadikan buku bacaan keluarga agar sejarah Nagari Cupak dan peran sertanya dimasa Revolusi tidak terlupakan, kita wariskan kepada anak cucu kita secara turun temurun sampai ke akhir zaman.
Semoga diredhai oleh Allah S.W.T.
Padang, 11 Oktober 1996
Penulis,